Sunday, December 1, 2013

Disiplin oleh Atasan Pria


Penerapan Disiplin Efektif oleh Atasan Pria



Efektifitas seorang atasan dalam melakukan tugas-tugas manajerial menjadi sangat penting untuk operasional perusahaan. Dalam sebuah jurnal yang berjudul Effective delivery of workplace discipline: Do women have to be more participatory than Men, oleh Joan F.B, Leanne E.A, dan David A.W. (2005), menujukan baik manajer pria maupun wanita memiliki derajat keefektifan yang sama dalam hal performance, motivation of the leader and employees, manajerial ability, employee dan group level productivity.


Perlu juga diperhatikan, tidak semua tugas manajerial efektif dilakukan oleh atasan pria maupun wanita. Manajer pria dan wanita memiliki perbedaan dalam strengths dan weaknesses untuk mencapai efektifitas tugas manajerial. Strengths dan weaknesses dapat terjadi karena faktor biologi atau perbedaan peran sosial.


Terdapat berbagai macam tugas manajerial dalam mengelola sebuah perusahaan, termasuk mendukung terwujudnya kedisiplinan para pekerja. Proses ini meliputi pengarahan dan mempengaruhi perilaku pekerja dalam menentukan, mana perilaku yang benar dan mana perilaku yang mendukung performa kerja. Bila proses ini terhambat, tentu akan mempengaruhi jalannya sebuah organisasi.


Bukan hanya manajer yang membawahi beberapa pekerja dan mengemban tugas manajerial, ini juga dilakukan oleh seorang supervisor. Supervisor memiliki kebijaksanaan dalam menentukan masalah mana yang memerlukan tindakan disiplin dan apa tindakan yang tepat dalam meresponnya.


Diungkapkan oleh Leanne E.A, James A.C, dan David A.W. (2000) dalam Journal of management, volume 27, penerapan disiplin akan efektif bila diemban oleh atasan pria dibandingkan oleh wanita. Sex role stereotypes dan peran sosial memiliki perbedaan dalam melihat pria dan wanita. Dimana wanita dianggap tidak unggul dalam penerapan administering discipline dibandingkan pria.


Kebanyakan orang percaya bahwa perilaku wanita diharapkan untuk bersikap lembut, sensitif, pasif dan suportif. Mereka akan menderita dan kurang efektif bila melakukan penerapan kedisiplinan pada pekerja dibandingkan pria.


Penerapan disiplin oleh atasan merupakan tugas yang membutuhkan karakteristik masculine. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Joan, dkk., pada 263 undergraduate business students menunjukkan bahwa, sekitar 85% responden mengatakan penerapan kedisiplinan oleh atasan cocok bagi mereka yang memiliki karakteristik masculine oriented. Sebesar 86% responden mengatakan penerapan hukuman juga membutuhkan karakteristik masculine oriented. Gender stereotype menunjukkan peran masculine oriented terjadi pada pria dengan feminine oriented pada wanita.


Namun, apakah ini terjadi dalam masyarakat kita? Munculnya penolakan gender stereotype antara peran masculine oriented pada pria dengan feminine oriented pada wanita, dimana penerapan kedisiplinan pada tugas atasan tidak hanya bisa dilakukan oleh atasan pria, yang menurut gender stereotype memiliki karakteristik masculine oriented, namun juga atasan wanita.


Sebuah penelitian oleh Supriyadi (2005) dalam jurnal Humaniora volume 17, 195-203 memberikan pandangan pada isu androgini yang saat ini berkembang, dimana batas karakter masculine dan feminine melebur tidak jelas. Sudah banyak munculnya kesadaran kaum wanita yang menganut pandangan androgini dalam gerakan mereka, seperti feminisme atau kesetaraan gender. 

No comments:

Post a Comment